Negara Menjadi Urusan Siapa?

Sore itu  seseorang datang ke kediaman Mbah Lam membawa undangan dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata 
“Asallamualaikum Mbah Lam, Asalamualaikum” 
Beberapa menit kemudian orang penyebar undangan itu menunggu “lho kok ngga ada jawaban sama sekali? Kemana ini Mbah Lam biasanya juga langsung nongol klo dipanggil?” sipenyebar undangan terus menunggu kedatangan Mbah Lam didepan pintu rumah, namun  ternyata Mbah Lam tak kunjung datang, “Yasudah aku slesepkan saja undangan ini kedalam rumah” karena telah menunggu lama orang itu pun memasukan undangannya kedalam rumah melalui lubang kecil yang ada di bagian bawah pintu lalu pergi meninggalkan.
Tak lama kemudian Mbah Lam yang lagi beol merasa seperti ada yang memanggil-manggilnya tadi, diapun segera keluar dari kamar mandi dan menuju pintu depan rumah, setelah sampai disana “Lho kok nggak ada orang? Siapa tadi yang panggil-panggil? Perasaan aku aja kali yah” ia mencoba mencari orang tadi yang memanggil-manggilnya tapi tak ia temukan tanda-tanda ada orang disekitar rumahnya, akhirnya Mbah Lam kembali menutup pintunya seketika itu ia melihat ada undangan dibwah telapak kakiknya
“Udangan siapa ini, hmm orang tadi keknya membawa undangan dan menyesepkannya melalui lobang pintu, coba aku buka”
Dibacalah undangan itu oleh simbah sambil menggunakan kacamatanya

“Undangan kepada Mbah Lam di tempat mengenang 100 hari meninggalnya Suparman acara dimulai pada bad’a isya, Oh, parman sudah mendak toh, tak terasa sudah seratus hari dia meninggal”

Malam harinya seluruh warga komplek kalijagat sehabis sholat is’ya di mushola baitussalam langsung segera menuju rumah keluarga Pak Suparman untuk memperingati 100 hari meninggalnya, terlihat Mbah Lam, kang Alif dan Pak Uztad sudah sampai disana, tak lama kemudian setelah berbincang-bincang sebentar Uztad Amin memulai acaranyanya, surat yasin dibagikan kepada seluruh orang yang telah hadir, beberapa yang tak bisa bahasa arab merasa beruntung karena mendapatkan surat yansin berserta huruf latinnya, tapi tidak dengan Kang Alif yang mendapatkan surat yasin dengan tulisan arab semua dan ia tak bisa membacanya, ketika pembacaan suarat al-fatehah sebagai hadiah untuk orang yang sudah meninggal, dilanjut pembacaan surat yasin bersama, terlihat kang alif tampak plonga-plongo membacanya, karena ia tak bisa bahasa arab mulutnya komat-kamit menirukan jama’ah sekitar karena ia tidak bisa, etah apa yang dibacanya tapi setelah pembacaan suray yasin selesai dan dilanjut tahlil kang aliflah yang paling keras suaranya ketika mengucapkan “Laillah ha illahllah, laillah ha illahllah, lailah ha illahllah”

Uztad Amin yang mendengar kerasnya suara Kang Alif hanya menggeleng-geleng kepalanya, sama seperti halnya Mbah Lim dalam hatinya berkata “gendeng anak ini mbaca tahlihlil keranya ampun” setelah tahlilan selesai seperti biasa acara dilanjutkan makan-makan jajanan yang sudah disungguhkan dengan teh hangat, Uztad Amin langsung berkata kepada seluruh jama’ah “Nampaknya kali ini Kang Alif sangat semangat untuk tahlilan yah”

“Haha iayaa dong dat, klo urusan gini mah aku semangat”
“semangat karena apa nih? Tahlinya apa jajannya?”
“Tahlil lah dad hehehe”

Mbah Lam yang lagi makan langsung ikut nimbrung “Kang Alif klo tahlil suaranya terlalu keras sampai-sampai ayam-ayam dikangdang rumah tetangga sebelah tekaget-kaget petok-petok mendengrnya”

“gak papa Mbah biar Gusti Allah mendengar doa saya”
“Lha kan gusti Allah Maha Mendengar Kang? Ngapain harus keras-keras?”
“Oh iyaa yah, tapi kan semakin keras suara saya, maka suara saya dulu yang bakal didengarkan Gusti Allah Mbah”
“Ah masa? Banyak kok yang doa keras-keras tapi gak dikabulin, tapi malahan mereka yang cuma nrentes dalam hati langsung dikabulkan”
“Halah yang bener bae Mbah?”
“Iyaa yang oenting itu hati kita terhubung sama Allah, bukannya malah doa keras-keras, nanti bukannya berdoa dengan khusuk malah menggagu orang disekitar”
“Hehehe maap Mbah baru tahu”
“Yasudah jangan diulangi lagi” kata Mbah Lam

Para jama’ah lainya hanya menyimak perdebatan mereka berdua, dilanjut dengan pertanyaan Pak Uzdat,

“Apa benar yah ibu kota negara kita akan dibindah?”
“benar itu pak, dananya sudah disiapkan sekian triliun” jawab Kang Alif
“akan dipindah kemana itu kira-kira kang alif?” tanya Pak Uztad
“kabar-kabarnya sih didaerah kalimantan sekitaran palangkaraya”
Pak Uztad kembali mengajukan pertanyaan kepada seluruh jama’ah “menurut bapak-bapak setuju tidak ibukota kita dipindah?”
Salah satu seseorang jama’ah langsung menjawabnya
“setuju aja dad, agar pembangunan dinegara kita itu merata nggak Cuma di pulau jawa yang sudak sesek penduduknya, pulau jawa itu kecil tapi jadi tempat tinggal banyak perantauan luar tapi pulau kalimantan yang besar itu malah sepi orang-orangnya pada pindah ke sini”
“saya tidak setuju pak , Jakarta itu sudah memiliki sejarah panjang berdirinya negara ini, disana kan tempat dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan, jadi tak pantaslah jika ibu kota kita dipindah dikalimantan yang nggak ada sejarahnya sama sekali” Sahut jama’ah lainya
Obrolan selepas tahlil semakin sengi dan memanas seperti debat capres sampai-sampai Pak Uztad bilang
“Sudah.. Sudah untuk urusan negara kita serahkan saja kepada pemerintah, apapun keputusanya kita sebagai warga negara wajib mematuhinya selagi itu kebaikan”
“Iyaa memikirkan negara membuat pusing kapala” pikir Kang Alif
Beberapa jama’ah setuju denga pernyataan Kang Alif dan salah satu dari mereka Pak Culas berkata
“Lagian negara sudah ada yang mikir ngurusi negara, ngapain kita ikut mikir bikin pusing saja”
Mendengar itu Mbah Lam langsung menyahut pernyataan Kang Alif tadi dan menunjukan rasa ketidaksetujuannya jika rakyat tidak ikutan berfikir
“Lho kenapa gak ikut mikir ngurusin negara? nanti kalian jika harga BBM naik, dan sluruh kebutuhan pokok naik, kalian terima-terima saja sebagai rakyat hidupnya jadi semakin susuah karena semua harga naik?”
“Ya engga lah Mbah” kata kang Alif
“Kan katanya negara sudah ada yang mikirin, untuk apa kita ikut mikir, nyatanya harga naik demo”
“Oh iyaa juga yah, haduh pusing dah”

Suluruh jama’ah tahlilan akhirnya dibikin pusing hanya karena urusan negara yang tak selesai-selesai diperbincangkan, tapi suasan tahlilan tetaplah damai meskipun banyak pertentangan dan perbedaan pendapat antar jama’ah

Rizki Eka Kurniawan

Posting Komentar

0 Komentar