Surat Cinta Untuk Widya

Aku menulis ini dalam kesepian dan rinduku padamu, semestaku yang telah rusak diobrak abrikan oleh badai kebencian kini kembali kutata dengan butiran butiran kecil bernama cinta, kembali kutata semestaku dengan penuh cinta sehingga dalam diriku bisa tertata rapi kembali seperti pergerakan kosmos pada tata surya, aku bukanlah orang yang pandai dalam berkata kata aku cuma ingin mengungkapkan apa yang ingin aku ungkapkan, jiwaku dan jiwamu adalah satu kesatuan yang terbagi menjadi dua jiwa. Andai kau tau kau tak akan benar benar mencintaiku jika kau belum mengerti keburukanku, bagaimana bisa orang mengatakan cinta jika orang itu belum mengetahui keburukan dari cinta, mungkin yang ia katakan hanyalah ungkapan tentang kekagumannya padamu, bisa jadi kecantikanmu, prilakumu, atau yang melekat pada dirimu, andai saja jika suatu saat yang ada padamu itu hilang atau kembali kepada Asal, apakah dia tetap mencintaimu? Ya seperti itulah aku mencintaimu tanpa alasan dan penjelasan, seperti halnya Madjnun mengungkapkan cintanya pada Layla, tak pernah jelas dia cinta karna apa, intinya cuma cinta dan tak ada lagi yang harus dijelaskan, di suatu hari disaat aku mengikuti jejak orang orang barat kudengar ada seorang murid berkata pada gurunya, dia berkata :

Aristotles : "Wahai guruku jelaskan aku tentang cinta"

Plato : "Berjalanlah lurus engkau ketaman bunga, apabila kau menemui bunga yang kau suka ambilah, tapi janganlah kau kembali keblakang"

Aristotles : "Guruku aku sudah melaksanakan perintahmu"

Plato : "Apakah engkau sudah menemukan cinta wahai muridku?"

Aristotles : "Aku berjalan lurus sesuai dengan perintahmu, dan ketika aku sampai pada satu bunga yang aku suka, aku melihat ada bunga yang lebih indah depannya, aku lewati bunga itu dan ketika aku akan memetik bunga didepanku, aku sadar bahwa bunga sebelumnya jauh lebih indah daripada yang dihadapanku tapi aku tak bisa kembali jalan ke belakang"

Aku menyadari dari setiap tulisan yang aku baca dan aku tidaklah ingin menjadikan itu sebuah dokrin dikepala yang membuatku tak bisa tidur semalaman, aku seperti pedang yang ditempa terus menerus untuk dijadikan senjata, pedang yang bagus haruslah bayak tempaannya agar bisa menjadi lebih tipis dan tajam, pedang yang aku punya kini telah aku asah dengan berbagai macam pengetahuan tapi pedang yang bagus tidaklah hanya dari fungsinya, orang tak akan tertarik jika pedang itu masih kumuh dan bayak belang hitam, mestilah aku beri pedang itu sebuah hiasan atau ukiran agar tampil secantik mungkin, tapi aku sadar diriku hidup dalam keterbatasan ekonomi bahkan aku kadang ragu dalam hal mencintaimu karna aku tak punya uang barang sepeserpun untuk membelikan kado untukmu dihari ulang tahunnmu, aku hanya bisa membuatkanmu sebuah tulisan atau sesuatu yang kubisa, aku berusaha sebisa mungkin sebagai pembuktian bahwa aku mencintaimu, tanggal 21 adalah tanggal anniversay kita dan aku tak sadar jika aku menuliskan ini di tanggal itu, mungkin ini sudahlah takdir bagaimana Tuhan persiapkan dan arahkan aku untuk melakukan hal hal yang membuatmu senang, di usiaku yang ke 17 tahun aku tidaklah memiliki banyak keinginan, aku sudahlah melihat dunia melalui buku, dan aku hanya ingin membuat semua orang yang aku cintai bahagia bersamaku, karna bagiku senyuman orang yang tersayang adalah hal paling menyenangkan yang pernah aku temuai didunia, itu bisa meredahkan beban hidupku, melupakan semua yang membuatku putus asa. Jika kamu mencintai maka tinggalah bersamaku tapi jika kamu tidak mencintaiku maka tinggalkanlah aku. Tapi ingat satu hal aku tak akan pernah berpaling dan pergi darimu, kau adalah anugrah cinta Tuhan yang telah dititipkan padaku dan akan aku jaga selama hidupku. Wallaikumsallam.


Slawi, 21 Agustus 2018

Rizki Eka Kurniawan

Posting Komentar

0 Komentar