Sejarah Puisi dan Kejujuran Perasaan


Jika dilihat dari akar bahasanya Puisi berasal dari Bahasa Yunani ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create,yang artinya jika dalam bahsa Indonesia adalah saya membuat (membuat sesuatu yang saya alami). Mungkin ini sangat terikat sekali dengan karakteristik sifat puisi yang lebih menekankan kejujuran dalam mengungkapkan dan mengeksplorasi perasaan pembuatnnya, kejujuran perasaan merupakan salah satu modal penyair dalam menarik perhatian pembaca ataupun pendengarnya, mereka bisa membuat seseorang ikut merasakan suasana hati, bakahkan ikut masuk kedalam kondisi psikologis penyair.

Hal ini tergantung kepda bagamana pengekspresian penyair dalam menyampaikan kejujuran perasaannya ketika hendak menyampaikan sebuah pengalaman melalui tulisan. Jika dalam penulisan puisi maka kejujuran dalam mengungkapkan perasaan tersebut memiliki beberapa struktur fisik yang harus diperhatikan yaitu esteteka bahasa, meliputi pemilihan diksi, tipografi, imaji, gaya bahsa, dan rima dan irama.

Struktur Fisik Puisi

Diksi, adalah pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair untuk memberi kekuatan pada kata-katanya, dikarenakan puisi merupakan salah satu karya yang memiliki sedikit kata-kata namun mengungkapkan banyak hal, maka dari itu pemilihan kata harus dilakukan sejeli mengkin untuk bisa mengungkapkan banyak hal meskipun hanya menggunakan beberapa kata singkat saja. Kekuatan sebuah puisi itu terletak pada kata-katanya seperti Chairul Anwar “Aku ini binatang jalang” merupakan kata-kata yang sedikit namun memiliki banyak artian. Seorang ilmuam sekaligus filosof dari zaman Yunani Kuno Aristoteles mengatakan “Puisi lebih baik dan lebih filosofis dari sejarah; karena puisi mencurahkan seluruh alam semesta, dimana sejarah hanya menceritakan sebagian.” Dikarenakan satu kata puisi mampu mengungkapkan banyak hal dan memiliki banyak artian, sedangkan prosa dan sejarah yang ditulis menggunakan kata-kata yang banyak dan mengalir hanya bisa mengungkapkan sebagian.

Tipografi, tata letak penulisan puisi yaitu seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, pengaturan baris tepi kanan-tepi kiri, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Baris-baris pada puisi mampu berbentuk apa saja, melingkar, zigzag, ataupun beberapa bentuk yang aneh yang terkadang sulit untuk dimengerti. Namun beberapa penulis selalu memiliki alasan dari keanehan bentuk puisinya.

Imaji, merupakan susunan kata yang mampu mengungkapkan pengalaman indrawi. Seperti pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Imaji membuat pembaca mampu melihat, mendengar ataupun merasakan yang dialami penyair. Beberapa naskah puisi kuno abad pertengahan disetiap lembarnya juga memiliki abraksi-abraksi atau gambaran visual puisi, bisa dilihat dari naskah asli Fariduduin Ahthar dengan karya terkenalnya Mantiqu’t-Thair (The Conference of the Birds) didalamnnya terdapat gambar-gambar yang mengungkapkan makna dari puisi yang ia tulis. Di zaman modern ini telah muncul beberapa cyber penyair, para penyair sekarang secara mandiri menggunakan media sosial untuk mempublikasi karya puisinya. Mereka menaruh gambar-gambar yang mengekspresikan makna dari puisi yang mereka buat. Namun sebenarnya menggunakan kata saja sudah cukup untuk memberikan suatu imaji yang mampu menggambarkan suasana hati yang dialami oleh penulis.

Kata konkret, adalah kata yang mampu memunculkan imaji, berhubangan dengan kiasan, seperti kata “api” yang bisa melambangkan kemaraham atau “salju” yang bisa melambangkan kebekuan cinta dan kehampaan. Kata kongkret memiliki daya tarik tersendiri dihadapan pembaca karena melalui beberapa kata, ini bisa minimbulkan sebuah imaji yang menggambarkan skema dari penulisan puisi. Membuat pembaca menikmati apa yang sebenarnya sedang disampaikan penyair.

Gaya Bahasa, merupakan kemampuan seorang penyair untuk menghidupkan sesuatu karya dan menyampaikan sebuah karyanya mampu diterima pembaca. Selain menghidupkan gaya bahsa juga membuat sebuah karya memiliki konotasi tertentu dan memancarkan banyak makna dalam karyanya. Ini sangat berkaitan dengan penggunaan majas. Beberapa majas yang kita kenal adalah metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, dan paradoks.

Rima atau irama, adalah persamaan bunyi pada puisi termasuk tinggi, rendah dan panjang, pendeknya buyi. Beberapa penyair terkadang memilih untuk membaca ulang karyanya sebualum diterbitkan. Mereka mengukur rima dan irama buyi pembacaan pada puisinya agar terkesan bagus ketika didengar maupun dibacakan.

Dari struktur fisik puisi tersebut, seseorang penyair harus bisa jujur dan menekankan kejujuran dalam setiap penulisannnya. Kejujuran dalam sebuah tulisan membuat karya menjadi semakin terkesan, megah dan mempunya kekuatan tersediri disetiap kata-katanya. Kita mengenal William Shakespeare pembuat cerita romansa Romeo Juliet dari Inggirs, Nizami Ganjavi pembuat cerita roman Layla Madjnun dari Persia yang dari dulu sampai sekrang karyanya masih terkenal. Mereka semua adalah penulis sekaligus penyair yang jujur terhadap perasaannya sehingga mampu membuat sebuah karya epic yang tak mampu melintasi zaman bahkan hingga sekarang.

Posting Komentar

0 Komentar