Diajarkan Perbedaan Tapi Dipaksa Untuk Seragamkan



Salah satu seorang dianggap pintar dengan bukti mendapatkan nilai yang maksimal ditanya dengan materi yang dipelajarinya, ribuan tanda tanya pun memenuhi otaknya dan dia hanya bisa diam saja.

Seseorang yang dianggap bodoh karena mendapat hasil nilai yang buruk ditanya dengan materi yang dipelajarinya, dia menjawab dengan percaya, semua yang dia rekam oleh otaknya dia lontarkan. Sipintar berusaha mendapatkan nilai dengan berbagai cara entah itu dengan cara curang licik dan sebagainya otaknya hanya memikirkan seberapa nilai yang akan dia dapatkan bukan pemahaman tentang soal yang dia kerjakan. Berbeda dengan sibodoh yang berusaha keras untuk memahami setiap soal yang dia kerjakan otaknya terus bekerja dengan keras tampa memikirkan berapa besar nilai yang akan dia dapatkan, dia hanya memikirkan bagaimana dia dapat mengerjakan soal dan selesai dengan batas waktu yang sudah ditentukan. Lalu siapa yang lebih layak dianggap pintar dan siapa yang lebih layak dianggap bodoh?. Mungkin karena pembelajaran kita disekolahan yang lebih menekankan kepada nilai bukan pemahaman, sehingga para murid merasa lebih PD jika ia mendapatkan nilai tinggi tapi tak paham dengan apa yang ia pelajari, pemahaman akan suatu materi atau ilmu disekolahan masih terbilang rendah, pintar tidaknya seseorang masih ditentukan oleh nilai bukan pemahaman dan pembuktian dari apa yang telah dipelajari, inilah yang menyebabkan banyak alumi sekolahan yang lulus namun tidak mendapatkan suatu keahlian apapun selain selembar kertas ijazah dan rapot, mereka tidak benar-benar alhi, di pikiran mereka yang terpenting adalah lulus dan mendapatkan nilai tinggi, padahal dalam kehidupan masyarakat hal itu tidak berguna sama sekali kecuali untuk melamar kerja di pabrik dan instansi-instansi yang menjadikan mereka seorang buruh itupun dipersulit dengan banyaknya tes-tes dan wawancara, tapi apakah kita mau selamanya menjadi buruh? Hidup ketergantungan pada orang lain? Apakah kita tak mau untuk membuka lapangan kerja sendiri, dengan aturan kerja sendiri, dan kita yang menggaji bukan digaji? Lepas dari bayang-bayang ketakutan akan di PHK, seorang pengusaha sukses di negeri Tiongkok, Jack Ma pernah berkata "Bekerja pada diri sendiri berati mengabdi pada masyarakat, bekerja pada orang lain berarti membudak"

***

Okeh, dalam kasus sepirti ini, aku teringat perkataan seorang ilmuan fisikawan terkenal Albert Eistein dia berkata :

 "Semua orang itu jenius. Tapi jika kamu menilai ikan dari kemampuannya memanjat pohon, maka ikan tersebut akan berfikir dia bodoh sepanjang hidupnya"

Ya, kita adalah makhluk unik yang diciptakan Tuhan dengan kemampuan masing masing ada yang ahli fisika, ahli matematika, alhli biologi, ahli sastra, ahli agama dan ahli ahli lainnya. Semuannya memiliki peran masing masing dalam kehidupan. Tidak bisa jika kita mengukur kemampuan seseorang dengan satu parameter yang sama, mudahnya jika anda bertanya mengenai hukum newton pada alhli sastra, maka apalah daya seorang alhli sasta tersebut ditanyai hal yang tidak pernah dibelajarinya? dia pasti kebingungan mendengar pertannyaan itu dan merasa asing tapi sebaliknya jika apa yang ditannyakan adalah hal-hal yang berkaitan dengan sastra pasti dia mampu menjawabnya dengan cekatan bahkan diluar kepala. Jadi pantas kah kita menyebut alhli sastra itu bodoh karna tidak bisa menjawab pertannyaan  bidang fisika? Tidak!. Hal yang lebih aneh adalah ketika kita diajari perbedaan namun kita dipaksa untuk seragam.

***

Singkatnya ada sebuah cerita tentang seseorang yang mengadakan ujian kepada para binatang dengan spesies yg berbeda beda diantaranya ada kera, burung, ikan, pinguin, dan gajah.

Seseorang itu berkata kepada para binatang :

"Okeh, agar adil kita lakukan ujian yang sama"

"Ujian seperti apakah yg akan kami lakukan?" tanya sipinguin

"Panjat pohon! Masing masing dari kalian harus bisa memanjat pohon untuk mendapatkan nilai yang maksimal!" jawab orang itu dengan tegas

Kera merasa bahagia mendengar itu, sementara burung, ikan, pinguin, dan gajah merasa kebingungan bagaimana caranya mereka bisa sampai ke atas sana?

Ujianpun segera berlangsung kera langsung memanjat pohon itu dengan cepat sementara binatang yg lain masih terdiam di posiainya, sesampainya kera dipuncak pohon dia berkata :

"Aku berhasil, aku bisa mengalahkan kalian semua, hei kau berapa nilai yang aku dapatkan?"

"Bagus, kamu mendapat nilai 100 kera" seorang itu menjawab dengan rasa bangga

Lalu burung yg tak mau kalah mencoba mengunakan sayapnya untuk terbang ke ujung pohon, tapi ditengah tengah seorang itu menyinggungnya.

"Hei burung, aku perintahkan kau untuk memanjat bukan tebang"

"Aku tak bisa memanjat layaknya kera, aku tak punya cukup keahlian untuk melakukan hal ini"

"Tidak! ujian harus tetap sama"

Burung itu pun kembali ke posisinya semula, sementara binatang lainnya belum melakukan apa apa.


Slawi, 13 Mei 2018

Rizki Eka Kurniawan



Posting Komentar

0 Komentar